Rabu, 19 Juni 2013

Defisit Anggaran RAPBN Masih Menjaga Kondisi Makro Ekonomi


Jakarta - Defisit anggaran yang ditetapkan dalam RAPBN-Perubahan 2013 sebesar 2,38 persen terhadap PDB dapat memberikan kepastian kepada kondisi perekonomian nasional secara keseluruhan. Menurut Menteri Keuangan Chatib Basri defisit ini memberikan gambaran kepada pasar dan masyarakat bahwa kondisi makro bisa dikendalikan.

Pernyataan ini disampaikan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) A yang meliputi asumsi makro, pendapatan dan defisit anggaran yang mana Badan Anggaran menyetujui hasil pembahasan tersebut. Berita ekonomi ini tentu memiliki dampak tersendiri bagi pasar.

Salah satu hasil Panja A yang disepakati tersebut adalah penurunan defisit anggaran dari 2,48 persen terhadap PDB atau Rp233,7 triliun, menjadi 2,38 persen terhadap PDB atau Rp224,1 triliun. Defisit anggaran tersebut terjadi karena pendapatan negara meningkat dari draf RAPBN-Perubahan awal yaitu Rp1.488,3 triliun menjadi Rp1.502 triliun dan belanja negara dari Rp1.722 triliun menjadi Rp1.726,1 triliun.

Persetujuan Badan Anggaran ini memperlihatkan pemerintah dan DPR RI berupaya untuk menjaga ketahanan anggaran dan menyakinkan pelaku pasar bahwa perekonomian nasional dalam kondisi baik. DPR berhasil membuat defisit lebih rendah dari proposal yang diajukan pemerintah, karena jika defisit 2,38 persen, kekhawatiran untuk defisit lebih dari tiga persen tidak akan terjadi.

Dengan adanya kepastian terkait postur pendapatan dan defisit anggaran, maka pemerintah mendapatkan sinyal yang lebih positif terkait kenaikan harga BBM bersubsidi, yang menurut rencana dilakukan setelah pembahasan RAPBN-Perubahan berakhir pada 17 Juni 2013.

Mengenai kepastian tanggal kenaikan harga BBM menurut Menkeu itu keputusan Presiden namun setelah APBN selesai, maka pemerintah bisa dapat gambaran untuk kenaikan ini.

Dari pendapatan negara sebesar Rp1.502 triliun, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp1.148,3 triliun atau meningkat Rp9 triliun dari draf awal RAPBN-Perubahan sebesar Rp1.139,3 triliun. Penambahan penerimaan perpajakan sebesar Rp9 triliun tersebut berasal dari pendapatan PPh non migas Rp4,5 triliun, pendapatan PPh migas Rp3,5 triliun dan penerimaan cukai sebesar Rp1 triliun.

Selain itu, target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga meningkat sebesar Rp4,6 triliun, yaitu dari draf awal Rp344,4 triliun menjadi senilai Rp349,1 triliun. Dengan berkurangnya defisit anggaran, pemerintah juga menurunkan beban pembiayaan melalui utang dan terlihat dari penurunan target penerbitan SBN sebanyak Rp9,5 triliun dari draf awal Rp241,3 triliun menjadi Rp231,8 triliun.

Sementara, dari belanja negara sebesar Rp1.726,1 triliun, sebanyak Rp1.196,8 triliun merupakan belanja pemerintah pusat dan sebesar Rp610,5 triliun dialokasikan untuk belanja Kementerian Lembaga. Dari tambahan belanja pemerintah pusat sebesar Rp14,22 triliun, sebanyak Rp11,39 triliun berasal dari belanja Kementerian Lembaga, karena dari penghematan belanja yang ditargetkan Rp24,6 triliun hanya Rp13,2 triliun yang disepakati dalam rapat di komisi terkait.

Belanja subsidi BBM mengalami penurunan sebanyak Rp10 triliun dari draf awal sebesar Rp209,9 triliun menjadi Rp199,8 triliun, dengan volume BBM bersubsidi tidak mengalami perubahan yaitu tetap 48 juta kiloliter.

Pembahasan lebih lanjut terkait postur belanja sedang dilakukan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) B yang khusus membahas soal belanja, sehingga belum mendapatkan kesepakatan dalam Badan Anggaran.

Sebelumnya, asumsi makro dalam RAPBN-Perubahan 2013 yang telah disepakati dalam rapat Badan Anggaran antara lain pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, laju inflasi 7,2 persen, nilai tukar Rp9.600 per dolar AS, suku bunga SPN 3 bulan 5 persen, harga ICP minyak 108 dolar AS per barel, lifting minyak 840.000 barel per hari dan lifting gas 1.240 ribu barel per hari setara minyak.